Thursday 20 June 2013

Betta Farah Ciptakan Lumpia Gudeg


Kota gede, adalah sebuah kawasan tua di Yogyakarta yang syarat akan sejarah Keraton Yogyakarta di masa lampau. Dulu, di perkampungan bekas ibukota kerajaan ini banyak terdapat saudagar pembuat perhiasan emas dan perak untuk para bangsawan keraton. Konon, salah satunya bernama Pak Tembong. Ia adalah saudagar kaya raya yang memiliki sejumlah aset gedung di sepanjang jalan yang kini dikenal sebagai Jalan Tegalgendu.
Itu cerita masa lalu. Kini, salah satu gedung tua nan artistik milik Pak Tembong sudah beralih tangan ke saudagar perak, Suryatin Anshor, pada tahun 1990-an. Bangunan tua nan megah itu kemudian bagian depannya dipergunakan untuk membuka toko perak bernama Anshor Silver.

Dalam beberapa tahun, cerita Betta Farah, SE , (29) putri bungsu Suryatin Anshor, gedung bagian belakang dibiarkan kosong, hanya dipergunakan untuk tempat istirahat para pelanggan yang berbelanja perak di toko ayahnya. “Saat beristirahat, tamu-tamu terlihat amat menikmati keindahan dan keanggunan rumah yang masih asli ini. Dari sinilah timbu keinginan kami untuk membuat sesuatu yang lain di rumah ini. Jadi tamu toko silver tidak sekadar istirahat saja,” terang ibu dua anak itu.

Perempuan lulusan Jurusan Manajemen STIE YKPN, Yogyakarta ini kemudian melakukan survei. “Akhirnya pilihan difersivikasi usaha ayah mengarah ke food and baverage . Saya lalu menemui konsultan dari Hotel Grand Hyat Jakarta yang sudah berpengalaman men-set up restoran seperti yang saya inginkan. Jasa konsultan ini penting agar perusahaan kami kelak bisa berjalan dengan baik,” tutur Betta saat menceritakan sejarah Restora Sekar Kedaton yang kini dikelolanya.

Pilihan nama restoran selanjutnya adalah Sekar Kedaton. Alasannya, lanjut Betta, “Ayah saya memang ingin punya kerajaan. Ha..ha..ha… Ayah saya itu pencinta seni. Beliau kolektor benda-benda antik dari keraton. Makanya ingin punya kerajaan sendiri. Kebetulan minat ayah dan minat saya sama. Suka benda seni. Saya memang tidak suka yang minimalis. Seiring berjalannya waktu, kami sampai pada pemikiran, kenapa tidak menjadi bunga dalam kedaton atau keraton? Akhirnya muncullah nama Sekar Kedaton, yang berarti bunga dari keraton. Logonya seperti bunga yang kini kami tempelkan di berbagai tiang atau sudut restoran. “

Setelah melakukan soft launching selama sekitar dua bulan, tepat pada tanggal 22 Januari, bersamaan dengan tanggal resepsi pernikahan Betta dengan Aldi Fadhil Dianto, Restoran Sekar Kedaton pun dibuka secara resmi. Perkiraan Betta tak meleset. Dengan mengundang 2000 tamu di acara pernikahannya, di antaranya para pemilik agen perjalanan yang sering membawa tamu ke toko perak ayahnya, Sekar Kedaton pun segera dikenal dan didatangi banyak orang. “Selanjutnya, rata-rata 70 persen tamu yang santap siang di Sekar Kedaton adalah wisatawan asing. Mereka datang seusai belanja perak. Selebihnya tamu lokal yang dinner menjamu tamu instansi atau perusahaannya.”

Mengingat tamu yang datang ke Sekar Kedaton kebanyakan wisatawan asing, Betta pun melakukan strategi dengan menawarkan menu yang bervariasi, Asia dan Eropa atau Western. Berhubung banyak juga wisatawan asing yang ingin mencicipi menu khas Jogja, “Kami punya andalan snack Lumpia Gudeg. Camilan ini dikemas khusus supaya berbagai level masyarakat masuk. Orang Jakarta kalau sekadar makan gudeg, hal biasa. Sementara wisman yang semula tidak suka masakan manis, jadi antusias sekali setelah mencoba Lumpia Gudeg. Lumpia Gudeg ini ikon Sekar Kedaton, lho. Ide membungkus gudeg dengan kulit lumpia ini tercetus bersama antara saya dengan staf bagian kithecn . Chef memberi konsep, unsur Jawa kami angkat ke kancah internasional agar wisatawan ikut merasakan. Sedangkan untuk tamu lokal kami punya menu utama Iga Brongkos”Restoran berlantai dua itu menjadi kebanggaan Betta. “Karena kami orang Jawa jadi masih membanggakan tradisi keraton.Biasanya wisatawan asing betah berlama-lama duduk di restoran, lalu betrtanya-tanya sejarah gedung ini dan siapa pemiliknya. Tetapi saya sengaja tidak banyak menemui para tamu secara lansgung. Karena pesan Ayah, tidak baik terlalu menonjolkan diri. Kalau banyak pertanyaan biasanya staf yang menjelaskan.“

Rupanya, Betta tak cuma sukses mengelola Sekar Kedaton yang kini membuka cabang di kawasan Candi Borobudur. “Saya suadh diajari bisnis oleh Ayah sejak SMP. Duduk di bangku SMA, saya sudah punya swalayan Betta. Modalnya pinjam dari Ayah. Padahal sebenarnya mau minta apa saja bisa keturutan . Tapi Ayah memang ingin saya belajar. Bila remaja seusia saya masih bersenang-senang, hura-hura, saya justru sibuk kulakan  dagangan di Pasar Beringharjo. Tapi karena niatan saya ibadah, menyenangkan hati orangtua, jadi sampai sekarang tidak pernah ada penyesalan, tidak pernah melakukan kegiatan hura-hura seperti remaja pada umumnya. Yang penting bagi saya, menyenangkan hati orangtua.”

Kini, Betta yang kelahiran Yogyakarta, 1 Mei 1982 bertekad terus melakukan perbaikan restorannya agar menjadi salah satu tempat yang dibanggakan wisatwan, menjadi tujuan utama kunjungan wisatawan di Jogja. “Saya ingin Sekar Kedaton menjadi resto terbaik dengan makanan dan gedung yang masih mempertahankan tradisi Jawa, yang sudah banyak ditinggalkan orang. Intinya ingin mengusung tema tradisional dan mempertahankan kebudayaan. Karena itu kami juga melayanientertainmen untuk acara khusus. Misalnya dengan suguhan sendratari Ramayana atau tarian khusus Jawa dan modren. Resto ini, kan, bisa memuat sampai 3 ribu tamu, lho!”

Untuk menjadikan tujuan utama wisata di Jogja, sejak tahun lalu Betta pun mulai membuka butik Brilliant dan Rumah Baju Jogja di samping restoran. Kata Betta, itu dibuka atas saran pemilik agen perjalanan serta tamu yang datang. ”Rata-rata waktu kunjungan mereka mepet. Jadi saya ingin Sekar kedaton menjadi one stop shopping . Belanja silver, makan siang, lalu belanja batik. Nah, sebentar lagi saya akan buka rumah spa dan refleksi. Wisatawan bisa melepas lelah di sana.” Produk Butik batik Brilliant Exclusive didesain Betta sejak pembuatan desain motif, proses pembatikan, hingga menjadi busana siap pakai yang eksklusif dan mewah.

Lalu, bagaimana Betta mengelola waktu antara bisnis yang memiliki jadwal padat dengan urusan keluarganya? “Saya selalu mengukur keterbatasan saya. Berusaha semaksimal mungkin memprogramkan waktu per minggunya. Jadi dalam satu hari tidak mengurus berbagai bisnis sekaligus. Kan, sudah dibantu staf. Kalau mengurus anak-anak, saya lakukan sebelum atau sesudah kerja. Di rumah saya ibu rumah tangga. Ibu dari anak-anak. Saya juga biasa memandikan mereka. Tapi saya akui, tidak bisa sepenuhnya menangani mereka. Karena itu di rumah ada psikolog khusus buat membantu pendidikan anak-anak dan baby sitter yang mengasuh saat saya tidak di rumah.“

Untuk melepas kepenatan atau kejenuhan, Betta pun masih mau pergi ke suatu tempat bersama keluarga, untuk sekadar makan atau jalan-jalank. “Cari selingan dan suasana beda saja,” pungkasnya.

Sumber : tabloidnova.com

No comments:

Post a Comment